Usaha bidang perunggasan merupakan salah satu industri yang menjanjikan karena perputaran uang di dalamnya sangat cepat. Kendati demikian, bisnis ini banyak diterpa tantangan mulai dari fluktuasi harga jual dan harga pakan, sistem perkandangan, serangan penyakit, hingga cekaman cuaca ekstrem yang belakangan
kerap terjadi.

Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan menjalani bisnis hewan berkaki dua ini. Seperti yang dirasakan oleh Ali Akbar, yang merupakan peternak mitra dari PT Inti Tani Satwa Kendari KL, yang beralamat di Desa Laluyu, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

Beternak broiler dan layer menjadi fokus utama Akbar sejak berpuluh tahun silam. Berbagai rintangan sudah ia alami, apalagi kini ditambah merebaknya pandemi COVID-19 yang urung usai.

“Tahun ini memang agak berat terutama pada ayam potong, kalau pada ayam petelur khususnya untuk wilayah Sulawesi Tenggara masih agak stabil, cukup bagus dan tidak terlalu down harganya. Kalau ayam potong selama pandemi harganya jatuh dari HPP (harga pokok produksi),” ujar Akbar dalam wawancaranya bersama Infovet.

Selain itu, dijelaskan Akbar, faktor jarak pengiriman pakan maupun DOC turut melengkapi tantangan dalam bisnisnya. “Karena di Sulawesi Tenggara itu pengiriman bahan pokok produksi dari Makassar semua, sehingga biasa terlambat untuk sampai di lokasi kandang saya seperti pakan dan DOC. Jadi memang jalur distribusinya agak lama karena belum ada pabrik pakan terdekat. Semua di supply dari Makassar dan Surabaya. Pakan baru sampai di lokasi kandang sekitar 3-5 hari, kalau DOC sekitar 28 jam perjalanannya. Hal ini seringkali menyebabkan ayam menjadi stres,” jelas dia.

Kondisi tersebut membuatnya harus ekstra dalam memperhatikan ternakternaknya yang kini sudah mencapai puluhan ribu ekor. “Kadang-kadang ayam itu stres dalam perjalanan sampai ke kandang, pernah juga kena heat stress. Udah gitu saya masih menggunakan kandang open house, jadi cekaman panas kadang kala menjadi hal yang dapat menurunkan performa, misalnya bobot ayam broiler tidak seragam. Jadi harus kerja ekstra pada pemeliharaan ayam umur 0-15 hari sama menjelang usia panen,” ungkap Akbar.

Untuk mengakali hal itu, dirinya melakukan pemberian herbal berupa ekstrak curcuma, multivitamin, asam amino dan elektrolit untuk menurunkan stres dan meningkatkan nafsu makan ayam, atau dengan pemberian air infus atau sejenis air yang mengandung isotonik sekitar umur 0-7 hari. Kendati demikian, pencapaian keseragaman bobot badan broiler diakui Akbar masih sulit dilakukan.

Dari situ kemudian ia disarankan menggunakan FASBRO oleh personel Medion untuk mengejar keseragaman bobot badan ayam. “Awalnya coba-coba, ternyata hasilnya lebih bagus. Kita berikan diumur 7-14 hari untuk mengejar ketertinggalan bobot badan. Dosis yang digunakan tergantung dari bobot badan ayam. Selain itu, FCR juga menjadi lebih ideal. Memang reaksinya agak lambat karena obat herbal, tetapi hasilnya bisa melewati bobot badan dari standar yang ditentukan,” terang Akbar.

FASBRO sendiri merupakan salah satu suplemen herbal yang baik untuk membantu mengoptimalkan FCR, meningkatkan nafsu makan dan meningkatkan kualitas karkas pada ayam.

“Selain itu saat ayam umur 14 hari mengalami gangguan pencernaan, FASBRO sangat cepat untuk memulihkan kesehatannya, apalagi efek sampingnya relatif kecil. Selain di awal pemeliharaan, pemakaian FASBRO juga kita lakukan lagi sebelum panen sekitar umur 23-28 hari,” ungkapnya. Setahun lebih menggunakan FASBRO, Akbar merasa sangat puas dengan apa yang ia dapat. “Pencapaian bobot badan ayam
menjadi maksimal, sehingga lebih efisien dan mendapat bonus bobot badan dari perusahaan inti sebagai mitra. Sudah delapan periode menggunakan FASBRO, sejauh ini sangat memuaskan,” pungkasnya.

Ia pun berharap, kualitas dan mutu dari produk Medion terus dipertahankan, agar peternak terbantu dalam menjalani usahanya.

Perhatikan Awal Pemeliharaan Agar Pertumbuhan Tak Tertekan