Menekan Laju Penyakit Agar Tetap Mendapat Profit

Keberhasilan produksi telur bisa dilihat dari kuantitas/jumlah produksi dan kualitasnya. Jika produksi telur tinggi namun kualitasnya rendah, maka peternak akan menghadapi masalah karena telur dengan kualitas rendah tidak akan laku di pasaran. Demikian pula jika kualitasnya bagus namun persentase produksinya rendah, maka peternak tetap akan merugi.
Secara garis besar ada beberapa faktor penyebab turunnya produksi telur, yakni infeksius dan noninfeksius. Kedua faktor tersebut terkait satu sama lain dan menghasilkan dampak lebih besar. Hal itu dirasakan I Ketut Mante selaku pemilik Sumber Karya Kelp. Farm KK yang berlokasi di Desa Pasedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali.
Pria yang sudah puluhan tahun berkecimpung di peternakan ayam petelur ini bercerita soal pengalamannya menekan laju serangan penyakit agar tetap mendapatkan profit. “Kalau harga pakan dan DOC masih murah dan ayam sehat, serta harga jualnya bagus tentu keuntungan didapat, kehidupan pasti terjamin,” kata Ketut mengawali perbincangan dengan Infovet.
Kendati demikian, peternak harus terus waspada dan cekatan terhadap hadirnya serangan penyakit yang sudah pasti membawa kerugian besar. Beberapa kali farm milik Ketut pun didatangi “tamu” tak diundang itu.
“Soal penyakit yang menyerang sistem pernapasan seperti CRD (Chronic Respiratory Disease) dan penyakit pencernaan yang disebabkan oleh E. coli kerap ditemui. Hampir semua peternak di daerah sini mengeluhkan penyakit tersebut,” jelas pria yang kini memiliki puluhan ribu ekor ayam petelur ini.
Ia sempat mengira ketika ayam-ayamnya sakit, itu terserang oleh Infectious Laryngo Tracheitis (ILT). Kematian ayamnya mencapai puluhan ekor dalam sehari. Dari 2 ribuan ekor ternak sedikitnya mati hingga 200-an ekor dengan kematian secara bertahap, kerugian yang ditanggung Ketut mencapai jutaan rupiah.
“Ayam itu tetap makan tapi bobot badan tambah kurus. Saya kasih obat tapi akhirnya mati. Jadi di situ saya rugi di pakan dan rugi di obat, sehingga pemeliharaan menjadi kurang efisien,” ucapnya.
Setelah menilik lebih jauh, tenyata faktor air menjadi salah satu sumber masalah. Air yang ia gunakan berasal dari mata air di pinggir sungai dekat tebing yang ia alirkan ke bawah dan dimasukkan ke dalam penampung, kemudian disedot ke tower untuk dialirkan ke kandang. Kandungan E. coli yang tinggi membuat ayam milik Ketut kerap bermasalah.
“Penyakit yang disebabkan oleh E. coli ini menurut saya susah sekali. Ternak matinya pelan-pelan, tapi naik terus. Sedangkan pakan dan obat tetap kita berikan, jadinya kita rugi sekali. Makanya setiap DOC datang, kita upayakan dengan penggunaan desinfektan, obat dan segala cara, tapi tetap saja hasilnya tidak maksimal,” ungkap Ketut.
Sampai akhirnya Ketut diperkenalkan produk ASORTIN oleh personil Medion. ASORTIN merupakan asam organik yang dapat menjaga pH saluran cerna dan mengurangi infeksi mikroorganisme patogen. Penggunaannya membuat FCR menjadi lebih optimal dan meningkatkan jumlah bakteri menguntungkan di dalam saluran pencernaan.
“Awalnya saya coba pakai sendiri sampai dua periode hasilnya sangat baik, ternak selamat tidak ada yang mati. Dari situ saya beri tahu kelompok ternak di daerah sini, dan benar di peternak lain juga merasakan efek serupa. Akhirnya banyak yang menggunakan,” terang dia.
Sudah setahun lebih Ketut menggunakan ASORTIN, kini ternak-ternaknya terlindungi dari serangan penyakit patogen. “Setelah pakai ASORTIN, ayam di kandang lebih sehat, bobot badan dan produksinya optimal. Saya tidak pusing seperti dulu lagi yang setiap ke kandang pasti menemui kematian ayam. Kualitas ASORTIN ini benar-benar bagus,” ungkap Ketut.
Ke depannya ia berharap kualitas dari produk ASORTIN tetap terjaga dengan baik. Agar peternak memiliki proteksi andalan dalam menghalau serangan penyakit. “Yang penting kualitasnya tetap terjaga dan dipertahankan, agar kami terhindar dari kerugian akibat serangan penyakit,” pungkasnya.
Meminimalisir Kerugian di Awal Pemeliharaan

Persiapan chick-in menjadi momentum sangat krusial bagi peternak ayam. Apabila persiapan kandang untuk pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik, tentunya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam. Sebab sering kali DOC yang datang mengalami kelelahan akibat perjalanan sehingga membutuhkan tempat yang nyaman.
Koko Komarudin, peternak broiler kemitraan yang berlokasi Pelaehari, Kalimantan Selatan, menceritakan hal tersebut ketika memulai usaha ternaknya
“Kendala yang sering saya rasakan saat DOC datang (chick-in) biasanya kelelahan karena kelamaan di boks dan brooder-nya belum siap. Jadi harus menunggu terlebih dahulu dan memakan waktu sekitar 3 jam dengan posisi DOC di dalam boks. Karena sering kali DOC datang ke kandang mendadak, jadi kita belum menyiapkan kandangnya,” kata pria kelahiran Bandung ini kepada Infovet.
“Apalagi saat musim penghujan, selain berada di boks dalam waktu lama ditambah suhu dingin di sekitar kandang. Ini juga tidak terlepas dari keterampilan anak kandang dalam menyiapkan brooder. Kalau cepat dan terampil bisa membantu agar DOC cepat masuk kandang,” kata Koko yang kini memelihara ratusan ribu ternak broiler.
Tentu kerugian tak terhindarkan, menurut Koko ketika kondisi tersebut terjadi, bisa mengakibatkan kematian sebanyak 4-5 ekor DOC dalam satu boks. Ditambah faktor stres juga membuat pertumbuhan ayam terganggu karena DOC tidak mau makan dan minum, serta potensi serangan agen penyakit infeksius sangat tinggi.
“Dulu kita biasanya mengakali dengan menggunakan air gula merah atau kadang air rebusan jahe. Tapi hasilnya masih belum optimal. Di satu sisi juga perlakuan tersebut cukup merepotkan dan tidak sederhana,” ucap Koko.
Hingga suatu ketika Koko diperkenalkan GINGERTOL oleh personil Medion. GINGERTOL merupakan sediaan cair mengandung sorbitol dan ekstrak jahe merah yang dapat membantu memulihkan energi, seperti saat chick-in atau setelah pindah kandang.
“Saya menggunakan GINGERTOL sudah tiga tahun. GINGERTOL sangat membantu saat DOC pertama kali datang, karena ada kandungan ekstrak jahe di dalamnya sehingga bisa menghangatkan DOC, dan yang terpenting tidak repot. Kematian DOC pun sudah jarang terjadi,” ungkap Koko.
Biasanya unggas mendapat energi dari asupan pakan dan minum untuk pemeliharaan dan produktivitas. Namun ketika stres melanda, unggas cenderung tidak mau makan dan minum. Hal ini akan sangat berbahaya apalagi di awal pemeliharaan.
“Penggunaan GINGERTOL sangat signifikan memulihkan energi ayam, terutama saat transisi dari kandang brooder atau ketika pergantian sekam. Ketika ayam terlihat kedinginan karena perbedaan suhu, kita berikan GINGERTOL 2 ml/liter air. Saya gunakan seperti itu dan ayam menjadi segar kembali,” kata dia.
Kelebihan lain yang dirasakan Koko dari penggunaan GINGERTOL yaitu saat ternak ayamnya terserang Gumboro. Kematian yang terjadi menurun drastis. “Dulu saat Gumboro menyerang, kematian ayam naik terus. Sekarang saat pakai GINGERTOL, kematian bisa turun dari 100 ekor menjadi hanya 25 ekor,” ungkapnya.
Koko pun merasa terbantu dengan kehadiran GINGERTOL di peternakannya. Menurutnya, selain penggunaannya yang praktis, efektivitas yang dihasilkan juga sangat baik. “Ke depannya saya berharap kualitasnya terus dipertahankan,” pungkasnya.
Medion Hibahkan Peralatan Laboratorium untuk Universitas Brawijaya

Medion sebagai perusahaan yang bergerak di dunia peternakan, secara aktif turut berkontribusi dalam kemajuan pendidikan khususnya di bidang kesehatan peternakan. Salah satunya adalah bentuk kerjasama yang dilakukan dengan Fakultas Peternakan – Universitas Brawijaya. Medion menghibahkan peralatan laboratorium berupa hematology analyzer dan alat pendukung lainnya. Hematology analyzer merupakan alat laboratorium yang berfungsi untuk menganalisis profil darah. Kerjasama ini dilaksanakan pada 3 Januari 2023 di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Acara dihadiri oleh 41 orang yang terdiri dari dekan, wakil dekan, ketua departemen, ketua program studi, dosen, mahasiswa, dan akademisi Universitas Brawijaya lainnya.
Kegiatan dimulai dengan sambutan dari Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS, IPU, ASEAN Eng selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Dalam sambutannya beliau sangat mengapresiasi bantuan yang diberikan Medion, “Terima kasih atas hibah peralatan laboratorium berupa hematology analyzer. Peralatan ini sangat bermanfaat bagi penelitian dan praktikum. Semoga dapat memberikan keberkahan bagi kita semua” lanjutnya. Sambutan kemudian dilanjutkan oleh Komisaris Medion yaitu Peter Yan, “Kami harap peralatan ini dapat melengkapi fasilitas laboratorium, sehingga proses dan kualitas praktikum serta penelitian baik untuk dosen maupun mahasiswa di lingkungan Universitas Brawijaya dapat terus meningkat. Semakin inovatif dan memberikan kontribusi lebih terhadap masyarakat”.
Acara diakhiri dengan kegiatan pelatihan penggunaan peralatan laboratorium oleh vendor kepada laboran Fapet Universitas Brawijaya. Kerja sama ini merupakan salah satu wujud nyata komitmen Medion dalam meningkatkan mutu pendidikan di tanah air dan sejalan dengan program Medion Peduli Pendidikan. Medion berharap dengan terjalinnya kerjasama yang baik ini dapat memberikan manfaat yang nyata bagi dunia pendidikan dan masyarakat disekitarnya.
Komitmen Medion Dalam Deklarasi Bersama Pengendalian Resistensi Antimikroba di Indonesia

Kementerian Pertanian dan World Organization of Animal Health (WOAH) bersama beberapa industri perunggasan dan obat hewan di Indonesia mendeklarasikan 5 langkah konkrit dalam usaha mengendalikan Antimicrobial Resistance (AMR) khususnya di Indonesia. Deklarasi ini dilaksanakan pada tanggal 22 November 2022 yang juga bertepatan dengan Pekan Perayaan Kesadaran Antimikroba Sedunia yang berlangsung pada tanggal 18 – 24 November 2022. Adapun 5 langkah yang dideklarasikan sebagai berikut :
1. Berkomitmen dalam penggunaan antimikroba dengan bijak yang tepat jenis dan tepat dosis sesuai resep tenaga kesehatan hewan dan mendukung program edukasi berkelanjutan
2. Meningkatkan biosekuriti, vaksinasi, dan tindakan pencegahan untuk mengurangi tingkat infeksi
3. Mengurangi penggunaan antimikroba di peternakan dan penerapan manajemen limbah yang baik
4. Berinvestasi dalam pemanfaatan vaksin, antimikroba inovatif, dan teknologi baru untuk menekan laju resistensi antimikroba, dan
5. Berkolaborasi antar industri dan peneliti/akademisi dalam riset, data, dan informasi untuk memerangi resistensi antimikroba
Medion menjadi salah satu dari enam perwakilan perusahaan dari industri perunggasan dan obat hewan yang ikut menandatangani deklarasi tersebut. Pada acara ini, Peter Yan selaku perwakilan dari Medion berkesempatan untuk menyampaikan pandangan, peran, serta berbagai aksi nyata perusahaan untuk mengendalikan AMR. Beberapa diantaranya yakni berkomitmen dalam memproduksi obat berkualitas baik sesuai standar CPOHB, memastikan kualifikasi personil lapangan dalam mendiagnosa penyakit, meningkatkan kapabilitas laboratorium diagnostik dalam pelayanan uji bakteriologi termasuk uji sensitivitas antimikroba, aktif mengedukasi peternak & masyarakat terkait dengan risiko AMR, melakukan pengembangan produk dalam pengendalian infeksi bakteri baik vaksin maupun alternatif pengganti antibiotik, serta melakukan studi kolaboratif untuk memantau resistensi bakteri di peternakan dan mengembangkan berbagai pendekatan untuk mengendalikan penggunaan dan resistensi antimikroba.
Melalui deklarasi bersama ini diharapkan dapat lebih banyak lagi pihak-pihak yang terinspirasi untuk ikut terlibat dan berkontribusi dalam mengatasi masalah resistensi antimikroba di Indonesia.
Medion Terima Kunjungan Dirkeswan Kementerian Pertanian RI

Pada tanggal 24 September 2022, Medion menerima kunjungan dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Dr. drh. Nuryani Zainuddin, M.Si selaku Direktur Kesehatan Hewan serta Drs. H. Mohammad Arifin Soedjayana, M.M selaku Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat. Kunjungan berlangsung di pabrik Medion Cimareme, Bandung ini terlaksana dalam rangka peninjauan fasilitas Animal Health Research Center (AHRC) yang baru diresmikan tanggal 10 Mei 2022 lalu, serta peninjauan beberapa fasilitas produksi vaksin ekspor Medion lainnya. Turut hadir juga Founder Medion Jonas Jahja beserta istri, Amalia Jonas, Komisaris Medion Peter Yan serta beberapa perwakilan Top Management Medion.
Kunjungan meliputi kegiatan plant tour ke Laboratorium Trial Biological Product dan Pharmaceutical Product di gedung AHRC. Kemudian dilanjutkan dengan pemutaran video proses produksi vaksin serta plant tour ke fasilitas produksi, area quality control, dan fasilitas animal testing. Selain itu rombongan juga diajak berkunjung ke fasilitas produksi divisi plastik serta melihat proses pembuatan botol kemasan vaksin.
Berdasarkan hasil peninjauan tersebut, tim Kementerian Pertanian menyatakan bahwa fasilitas yang dimiliki oleh Medion mulai dari laboratorium penelitian, trial dan pengujian, quality control, hingga proses produksi sudah sangat baik dan juga lengkap. Selain itu tim juga terkesan dengan lingkungan sekitar pabrik yang terawat dan indah serta berharap dapat berkunjung kembali ke Medion di lain kesempatan.
Medion Bersama Utrecht University Gelar Diskusi Antimicrobial Resistance

Antimicrobial Resistance (AMR) merupakan permasalahan kesehatan multi-sektoral yang semakin menjadi perhatian dunia. Dampak fenomena AMR tidak hanya terjadi di manusia, melainkan juga di hewan dan lingkungan sehingga mengancam aspek kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan. AMR seringkali dinyatakan sebagai silent pandemic karena memiliki tren global yang terus meningkat secara perlahan dan tidak disadari.
Pada tahun 2015, organisasi internasional WHO, FAO, dan WOAH (OIE) berkolaborasi dalam payung One Health telah merumuskan sebuah Global Action Plan yang harus diterapkan oleh seluruh negara anggota guna mengendalikan AMR yang diprediksi akan menjadi masalah kesehatan utama dunia dengan tingkat kematian global sebesar 10 juta orang per tahun di masa depan. Masalah AMR pun menjadi salah satu topik utama yang diangkat dalam Presidensi G20 Indonesia 2022.
Menyikapi masalah AMR ini, Medion sebagai perusahaan farmasi veteriner turut aktif melakukan studi, surveilans, dan pengembangan produk alternatif guna mengendalikan AMR di sektor peternakan. Salah satu kegiatan yang telah dilakukan adalah diskusi interaktif dengan Prof. Jaap Wagenaar, DVM, Phd, profesor di bidang Infeksiologi Klinis, Fakultas Kedokteran Hewan, Utrecht University (Belanda) pada tanggal 12 September 2022 di Animal Health Research Center (AHRC), Medion, Cimareme – Bandung. Dalam diskusi ini, Prof. Jaap menyampaikan presentasi berjudul Antimicrobials, Antimicrobial Resistance and Antimicrobial Stewardship. Beliau menekankan tentang pentingnya penggunaan antibiotik golongan HPCIA (Highest Priority Critically Important Antimicrobial) bagi kesehatan manusia, penerapan pilar pengendalian AMR di sektor peternakan, serta upaya yang telah dilakukan oleh Belanda dalam menekan laju AMR pada antibiotik sefalosporin generasi ketiga Ceftiofur di sektor peternakan.
Prof. Jaap juga menekankan pentingnya pengujian laboratorium dalam penanganan infeksi bakteri pada ternak. Di Belanda, penanganan infeksi bakteri menggunakan antibiotik harus disertai dengan pengiriman sampel ke laboratorium untuk tujuan uji identifikasi dan sensitivitas antibiotik melalui pengujian Antimicrobial Susceptibility Testing (AST). Uji AST dilakukan untuk menentukan antibiotik mana saja yang masih sensitif terhadap isolat bakteri tersebut sehingga dapat diketahui jenis antibiotik yang masih memberikan khasiat pada ternak. Profil AST pada peternakan menjadi bahan evaluasi yang sangat penting apabila terjadi infeksi berulang di peternakan. Hal ini mengingat bahwa suatu antibiotik tidak akan mampu membunuh bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik tersebut.
Diskusi ini telah memberikan banyak wawasan kepada seluruh peserta dari Medion dalam menyusun strategi yang tepat dan bijak dalam pengendalian AMR di sektor peternakan. Hal ini dilakukan demi mewujudkan kesehatan masyarakat dan ketahanan pangan di Indonesia.
Atasi Infeksi Cacing untuk Menjaga Produktivitas

Dalam menjaga produktivitas unggas khususnya peternakan layer, para peternak harus melakukan pengawasan kesehatan secara ketat. Terlebih wilayah Indonesia memiliki iklim tropis yang memudahkan berkembangnya berbagai macam penyakit.
Pola pemeliharaan layer terbilang membutuhkan waktu lama dan rentan terhadap penyakit yang biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit. Banyak kasus di lapangan, ayam yang dipelihara terjangkit parasit yang mengakibatkan helminthiasis atau cacingan sehingga meresahkan para peternak layer.
Infeksi saluran pencernaan karena adanya cacing kerap menjadi kendala dalam produktivitas ternak. Hal ini seringkali dialami oleh peternak hampir di seluruh wilayah Indonesia. Namun, sebuah peternakan di kota Payakumbuh, Sumatra Barat telah berhasil mengatasi infeksi cacing di peternakannya.
Jon Eddi Farm merupakan salah satu peternakan layer yang terus berkembang sejak tahun 1998. Subekti Alneri selaku Kepala Pengawas Jon Eddi Farm atau sering disapa Neri, menceritakan pengalamannya dalam mengatasi infeksi cacing yang kerap terjadi di peternakan yang ditanganinya. Menurutnya, berbagai faktor seperti kebersihan kandang dan lingkungan menjadi penyebab munculnya infeksi ini.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh. Misalnya banyaknya lalat yang berkeliaran di sekitar kandang bisa membawa infeksi cacing pita atau cacing gelang dari peternakan yang lain. Adanya infeksi cacing pada layer sangat berpengaruh pada produktivitas, hasilnya produksi telur menurun dikarenakan nutrisi tidak terserap dengan baik,” jelas Neri.
Pengalaman berharga
Puluhan tahun memelihara peternakan layer, membuat Subekti Alneri sangat berpengalaman dalam menangani cacingan. “Kami selalu memberikan obat cacing secara rutin minimal setiap tujuh minggu sekali untuk pencegahan,” ujarnya.
Ia pun menceritakan pengalaman lainnya menggunakan produk-produk obat cacing yang banyak dijual di pasaran. Berbagai macam produk telah ia gunakan, akan tetapi banyak di antara produk obat cacing tersebut tidak efektif mengatasi infeksi cacing.
Neri pun akhirnya mencoba produk LEVAMID atas rekomendasi personil Medion yang selalu berkunjung ke peternakannya. “Setelah kami membandingkan, ternyata LEVAMID menampakkan hasil yang sangat baik dibandingkan yang lain. Produk dari Medion ini lebih menonjol hasilnya, cacing pun keluar lebih banyak. Terbukti ampuh membasmi cacing pita dan gelang sehingga produktivitas terjaga. Pelayanan dari personil Medion juga sangat baik, kami sangat puas,” ujarnya.
Pemberian obat cacing ini harus berulang dan sesuai dengan anjuran yang telah direkomendasikan oleh Medion. Neri mengungkapkan bahwa pemberian LEVAMID sebanyak 0,2 gram/kg BB layer miliknya, sangat efektif dan terlihat hasilnya dalam membasmi cacing. Caranya pakan ayam harus dikondisikan habis sehari sebelumnya, sehingga ayam dalam keadaan lapar di keesokan harinya. Campurkan LEVAMID ke dalam pakan sesuai dosis. Ayam yang lapar akan langsung menghabiskan pakan tersebut.
“Hasilnya sangat memuaskan, aman dan mudah diberikan kepada ternak. LEVAMID tuntas membasmi cacing, produksi telur membaik, kualitas kerabang lebih tebal dan penggunaan vaksin pun lebih efektif,” tuturnya.
Selain itu, Neri sangat terbantu dengan ketersediaan LEVAMID yang mudah didapatkan. Menurutnya pemilihan kemasan yang dipasarkan sangat tepat, sesuai dengan kebutuhan peternak dan terjamin kualitasnya.
“Kami selalu merekomendasikan LEVAMID kepada sesama rekan peternak lainnya di Payakumbuh. Kami berharap Medion selalu menjaga kualitas dan terus berinovasi menghasilkan produk-produk yang bermanfaat bagi para peternak Indonesia,” pungkasnya
Saluran Pernapasan Sehat, Produktivitas Meningkat

Menjaga kesehatan saluran pernapasan ayam sangat penting untuk mencapai target produktivitas. Apalagi jika ayam dipelihara menggunakan kandang tradisional (open house), maka sirkulasi udara juga perlu diperhatikan.
Seperti yang dialami Karyono, pemilik Bima Suci Farm yang berlokasi di Karangtanjung, Lemahabang, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Dalam perbincangannya bersama Infovet, pria yang menggeluti usaha ternak broiler sejak 10 tahun silam ini menceritakan keluh-kesahnya.
“Usaha ternak broiler sudah 10 tahun, saat ini bisnis ayam sedang bergejolak akibat harga pasar yang menurun ditambah adanya pandemi COVID-19. Keadaan makin sulit apabila ternak terserang wabah penyakit,” ujar Karyono.
Karyono yang kini memelihara puluhan ribu ekor ternak broiler, kerap diganggu dengan masalah kadar amonia yang tinggi di kandang. Adapun penyebabnya, ujar beliau, karena sirkulasi udara di kandangnya yang kurang baik.
“Kita mengandalkan angin dari luar karena masih menggunakan kandang open house. Kalau angin sedang bagus, sirkulasi udara di kandang juga bagus, begitupun sebaliknya. Terkadang sirkulasi udara kurang bagus dan tidak lancar, kita coba tambah kipas tapi tidak banyak membantu,” ungkap Karyono. Jika sudah begitu, kadar amonia di kandang tinggi dan ternak milik Karyono mudah terserang penyakit.
“Kebanyakan ayam batuk atau terkena CRD. Ini mengakibatkan nafsu makan ayam berkurang sehingga pertumbuhannya terlambat. Celaka sekali kalau sudah begitu,” kata dia.
CRD disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum. Dari data tim Technical Education and Consultation (TEC) Medion dilaporkan dalam tiga tahun terakhir, penyakit ngorok ini penyakit, termasuk Mycoplasma, dengan leluasa masuk dan menginfeksi.
Karyono menyebut, selain amonia menjadi gerbang masuknya penyakit, juga mengakibatkan adanya keluhan dari warga di sekitar peternakannya. Ia pun mencoba mengatasinya dengan melakukan bongkar sekam.
“Kadar amonia mulai tinggi pada saat ayam berumur 10-12 hari ke atas, kita mulai lakukan pembukaan sekam dari kandang tapi tidak secara menyeluruh. Jadi ketika kadar amonia tinggi dan angin juga berkurang, kita lakukan bongkar sekam sedikit demi sedikit,” terang Karyono.
Perlakuan tersebut cukup membantu Karyono, apalagi ditambah penggunaan AMMOTROL untuk menekan kadar amonia di kandangnya.
AMMOTROL merupakan produk serbuk larut air dari Medion yang mengandung ekstrak Yucca. Pemberian AMMOTROL mampu mengurangi bau di area peternakan, menurunkan Feed Conversion Ratio (FCR), meningkatkan kesehatan dan produktivitas ternak.
“Kita menggunakan AMMOTROL sejak awal beternak, di 3-5 tahun terakhir penggunaannya semakin intens untuk menekan kadar amonia yang tentunya berpengaruh terhadap pertumbuhan ayam,” kata Karyono.
Ia menambahkan, “AMMOTROL merupakan produk herbal, yang tentunya tidak memiliki efek samping. Kita berikan pada ayam sejak umur 12 hari sampai panen dengan dosis 125 gram per galon air berukuran 225 liter.”
Keuntungan yang dirasakan Karyono kini bau amonia di kandangnya tidak menyengat dan tidak menyebar keluar kandang. “Kita terbantu sekali karena bau amonia berkurang dan tidak menyebar. Ternak juga jarang terserang penyakit dan alhamdulillah bobot badannya juga baik dan FCR-nya bagus,” ungkapnya.
Karyono pun berharap kualitas AMMOTROL dalam membantu mengatasi bau amonia di kandang terus dipertahankan. “Semoga kualitasnya terus dijaga. Karena peternak membutuhkan produk ini. Sebelum pakai AMMOTROL, pasti masalah amonia sering terjadi dan kadarnya tinggi. Dengan AMMOTROL, masalah amonia bisa teratasi,” pungkasnya.
Penghargaan BBPMSOH, Bukti Kualitas Inovasi Medion

Dalam rangka peringatan ulang tahun Republik Indonesia ke-77, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) Gunung Sindur mengadakan webinar bertajuk “Penanggulangan Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Indonesia”. Acara yang berlangsung pada tanggal 18 Agustus 2022 ini juga bertepatan dengan hari jadi BBPMSOH ke-37. Selain memberikan edukasi mengenai wabah PMK, BBPMSOH juga memberikan penghargaan kepada para klien yang selama ini sudah memanfaatkan layanan pengujian dari BBPMSOH.
Acara webinar ini diikuti oleh perwakilan dari beberapa Dinas Peternakan Daerah, dan perusahaan obat hewan di Indonesia. Medion sebagai salah satu perwakilan perusahaan obat hewan menerima 2 buah penghargaan dari BBPMSOH, yakni Best Customer Peringkat 1 kategori “Produsen Obat Herbal” dan Best Customer Peringkat 1 kategori “Produsen Dalam Negeri Terproduktif”. Penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan dari Pemerintah atas kontribusi Medion sebagai produsen obat hewan dalam negeri yang secara aktif menghasilkan produk-produk lokal yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan peternak seperti produk herbal. Penghargaan tersebut diberikan secara simbolis oleh ketua BBPMSOH, drh. Maidaswar,M.Si kepada Bambang Irawan dan Aprilia Esty dari divisi Animal Health Regulatory Affair Medion.
Penghargaan ini menjadi bukti komitmen Medion dalam melakukan terobosan yang inovatif dan holistik untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas. Medion terus berupaya mengembangkan setiap lini produknya agar tetap relevan bagi kebutuhan seluruh peternak di dalam dan luar negeri.